Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya
 Arca Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4
 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai 
kerajaan yang bercorak agama Hindu dan Budha. Kerajaan-kerajaan tersebut
 antara lain:
A.   Kerajaan Kutai
![]()  | 
|
| Prasasti Yupa (Sumber:http:wikipwdia.org) | 
Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) 
merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara 
Kaman, Kalimantan Timur. Diperkirakan kerajaan kutai merupakan kerajaan 
Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Diduga 
ia belum menganut agama Hindu.
Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, 
dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah
 satu Yupa mengatakan bahwa “Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra 
bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). 
Aswawarman mempunyai tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah 
Mulawarman.” Salah satu prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara 
yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
B. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya 
dengan Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh 
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan 
oleh putranya, Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja Purnawarman adalah 
raja Tarumanegara yang ketiga (395 – 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada 
tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga 
sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima
 diantaranya ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, 
Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebak, Banten Selatan. 
Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara 
tersebut adalah sebagai berikut :
![]()  | 
| Prasasti Tugu | 
1.   Prasasti Kebon Kopi,
2.   Prasasti Tugu,
3.   Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4.   Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.   Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.   Prasasti Jambu, Bogor
7.   Prasasti Pasir Awi, Bogor.
C.   Kerajaan  Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang 
pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal 
adalah Raja Bala Putra Dewa.
Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan 
jalur pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau 
Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. 
Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu 
Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, 
sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang 
mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara 
lain sebagai berikut :
- Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
 - Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
 
Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama
 tahun 690 sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. 
Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan 
menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh
 5 buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam 
huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah 
sebagai beikut :
1.  Prasasti Kedukan Bukit
2.  Prasasti Talang Tuwo
3.  Prasasti Kota Kapur
4.  Prasasti Telaga Batu
5.  Prasasti Karang Birahi
6.  Prasasti Ligor
Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa 
candi. Candi-candi budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera 
antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan 
tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu 
andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha 
dan bodhisatwa Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, 
Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.
Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat 
perdagangan sekaligus pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat 
pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan 
sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I 
Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di
 Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan 
bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat
 pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini 
menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain 
itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut 
berkembang di Sriwijaya.
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. 
Walaupun demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa 
lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan 
keruntuhan :
- Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
 - Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
 - Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 – 1292.
 - Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
 - Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
 
D.   Kerajaan Mataram ( Hindu-Budha )
Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka 
tahun 732 Masehi yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
 Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa) 
diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai 
penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu)  yang di dikeluarkan oleh Raja 
Balitung pada tahun 907 memuat daftar raja-raja keturunan Sanjaya, 
sebagai berikut :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja 
Dharanindra membangun arca Majusri ( candi sewu). Pengganti raja 
Dharanindra, adalah Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh putrinya 
bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan ( gelar 
Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu, dinyatakan bahwa 
Sri Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan candi 
Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. 
Adik Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada 
tahun 856 Balaputradewa  berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, 
namun usahanya itu gagal. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram 
menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak 
mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung 
adalah :
- Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa pemerintahan Balitung.
 - Rakai Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
 - Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 – 929)
 
Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan 
kemudian dipindahkan oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) 
bernama Pu Sindok ke Jawa Timur.
Kepindahan Kerajaan Mataram ke Jawa Timur
Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa 
pemerintahan Raja Wawa memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur 
tersebut. Pada tahun 929 M, Pu Sindok naik tahta dengan gelar Sri 
Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan 
dinasti baru, yaitu Dinasti Isana. Pu Sindok memerintah sampai dengan 
tahun 947. Pengganti-penggantinya dapat diketahui dari prasasti yang 
dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu Prasasti Calcuta.
Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja 
Dharmawangsa pada tahun 990 – 992 M melakukan serangan terhadap Kerajaan
 Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa untuk 
meminang putri Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan 
berlangsung kerajaan mendapat serangan dari Wurawuri dari Lwaram yang 
bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini disebut peristiwa 
Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun kekuatan. Setelah 
berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan mengalahkan Raja 
Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan.
 Airlangga wafat pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan Belahan,
 di lereng gunung Penanggungan.
E.   Kerajaan Kediri/Kadiri
Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk 
penggantinya, sebab Putri Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak 
menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi seorang pertapa. Maka 
tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu Jayengrana 
dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka 
kerajaan di bagi dua atas bantuan Pu Barada yaitu Jenggala dengan 
ibukotanya Kahuripan dan Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri)
Sampai setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak 
ada yang dapat diketahui dari kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri 
yang menunjukkan aktifitas politiknya. Raja pertama yang muncul dalam 
pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka 
tahun 1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di 
Kadiri adalah sebagai berikut : Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya 
(±1130 – 1160), 1135), Sarweswara (±1160 – 1170), Aryyeswara (±1170 – 
1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya (1200 – 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan 
Kertajaya. Ken Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil 
mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).
F.   Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton 
Ken Arok digambarkan sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti, 
sehingga menjadi buronan tentara Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan 
dari seorang Brahmana, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati)  di
 Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul 
Ametung, Ken Arok menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga 
menjadikan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Pada
 waktu itu Tumapel masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha 
untuk melepaskan diri dari Kadiri. Pada tahun 1222 Ken Arok berhasil 
membunuh Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia kemudian  naik tahta 
sebagai raja Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti 
Girinda.
Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama 
Anusapati hasil pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari 
istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra 
bernama Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken Arok dibunuh oleh
Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas kematian 
ayahnya, Tunggul Ametung. Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari. 
Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia dibunuh oleh Tohjaya, 
juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia 
kemudian terbunuh oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 
Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun 
1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai Yuwaraja atau
 Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.
Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar 
kerajaan Singasari. Kertanegara merupakan raja pertama yang bercita-cita
 menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara mengirimkan 
Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo Anabrang. 
Ekspedisi ini bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas 
kekuasaan Singasari. Ekspedisi ini juga untuk mengurangi pengaruh 
Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.
Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh 
karena itu pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama 
Meng-chi menuntut Singasari mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas 
Singasari. Kertanegara menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai 
mukanya. Perlakukan tersebut dianggap sebagai penghinaan dan tantangan 
perang.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan 
Singasari disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di 
Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal ini 
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, 
diantaranya Jayakatwang penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati 
Madura). Pasukan Kadiri berhasil menduduki istana dan membunuh 
Kertanegara.
G.  Kerajaan Majapahit
Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya 
menantu Kertanegara berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta 
bantuan Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden
 Wijaya menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya 
Wiraraja, Raden Wijaya diterima dan diperbolehkan membuka hutan Tarik 
yang terletak di dekat Sungai Brantas. Dengan bantuan orang-orang 
Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama Majapahit.
Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan 
untuk menghukum raja Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah 
meninggal, tentara Tartar bersikeras mau menghukum raja Jawa. Hal ini 
dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada Jayakatwang.
 Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak 
kembali kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah 
berhasil mengusir tentara Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja 
Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1293.
Kertarajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang 
dapat menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja 
Majapahit dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. 
Selain itu ia juga mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya 
masa pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada
 tahun 1319. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga 
Jayanagara harus melarikan diri ke desa Bedander yang dikawal oleh 
pasukan Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada. Pemberontakan Kuti ini 
berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat 
sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh oleh
 tabib istana, Tanca. Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara
 tidak meninggalkan keturunan.
Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak 
memerintah semestinya adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gay`tri
 telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan Majapahit kemudian dipegang 
oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi 
Jayawisnuwardhani. la menikah dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini 
lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan Sadeng dan 
Keta. Pemberontakan yang berbahaya ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. 
Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit. 
Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. 
Sehingga Tribhuwana turun tahta. Penggantinya adalah putranya yang 
bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara. Di bawah pemerintahan 
Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit mencapai 
puncak kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil 
menguasai seluruh kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam, Martaban 
(Birma), Ligor, Annom, Campa dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya,
 Madakaripura, di lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, 
Hayam Wuruk menemui kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya 
diputuskan bahwa pengganti Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah
 Berbek, Kediri.  Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang 
bernama Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan kekuasaannya kepada 
suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga mempunyai anak
 laki-laki dari selir yang  bernama Bhre Wirabhumi yang telah 
mendapatkan wilayah keuasaan di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada 
tahun 1401 hubungan Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi 
perang saudara yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Pada tahun 1406 
Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja perang saudara ini 
melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak wilayah-wilayah 
kekuasaannya melepaskan diri.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar